Rupaca
Powered by Blogger.
  • Beranda
  • Portofolio
  • Profil
  • Kategori
    • Catatan Perjalanan
    • Celoteh
    • Cerpen
    • Essai
    • Lomba
    • Kilas Balik
    • Riview
    • Ruang
    • Sosok
  • Kontak
  • Shop

Bandung ke Wonosobo pakai kereta api./Youtube/rulfhi

Cari referensi biar hemat traveling Bandung ke Dieng Wonosobo alias Negeri di atas awan? Anda berkunjung di tempat yang tepat.


Dieng merupakan salah satu dataran tinggi di Jawa Tengah yang menjadi destinasi favorit wisatawan dan backpacker. Balutan kabut yang menyelimuti Candi Arjuna di Dieng Wonosobo menjadi rayuan terbaik bagi siapa saja yang melihatnya. 


Bagi kamu yang kebetulan orang Bandung dan ingin backpacker ke Dieng Wonosobo saya akan sedikit berbagi pengalaman. 


Sebagaimana diketahui Bandung-Dieng Wonosobo umumnya diakses melalui Bus. Anda bisa naik dari Bus dari Terminal Cicaheum, Bandung lalu turun di Plaza. Setelah itu lanjut naik mikro bus menuju Dieng.


Namun ada cara lain yang bisa ditempuh jika ingin pergi dari Bandung menuju Dieng, Wonosobo. Adapun cara lain itu memakai kereta api. 


Wah memangnya Wonosobo ada stasiun. Just information, stasiun Wonosobo memang ada tetapi saat ini sudah tidak aktif. Jadi kamu bisa turun di stasiun terdekat dari Wonosobo yakni Stasiun Purwokerto atau Stasiun Kutoarjo. 


Stasiun Kiaracondong Bandung ke Stasiun Kutoarjo


Langkah pertama kamu bisa tiket kereta api Kutoarjo Selatan relasi Stasiun Kiaracondong-Stasiun Kutoarjo. Buat yang cari murah bisa pilih kereta api Kutoarjo Selatan yang cuma bayar Rp62.000. 


Kok bisa murah? Wajar saja karena ini kereta api kelas ekonomi yang duduknya face to face. Agar sedikit lebih nyaman, saya sarankan bawa bantal dan jaket. Pilih kereta api Kutoarjo Selatan malam. Berangkat dari Stasiun Kiaracondong pukul 22.05 WIB, tiba di Stasiun Kutoarjo pukul 5.38 WIB.


Sesampainya di Kutoarjo, warlok yang menawarkan ojek tampak terkaget-kaget ketika saya sebut mau ke Dieng. Saya curiga masih jarang backpacker yang pakai rute ini untuk ke Dieng Wonosobo.


Ada dua opsi moda Transportasi yang bisa dipakai setelah Stasiun Kutoarjo. Adapun pilihannya sebagai berikut: 


Angkot Warna Kuning


Opsi pertama naik angkot Kutoarjo-Purworejo berwarna kuning. Angkot ini suka ngetem di depan Stasiun Kutoarjo. Jika naek angkot ini Kamu nantinya turun di Simpang Plaza Purworejo. Untuk ongkosnya sekitar Rp7.000 per orang dengan lama perjalanan sekitar 30 menit.


Angkot ini akan melewati beberapa landmark setempat, seperti Alun-Alun Purworejo, Stasiun Purworejo. Saya sebenarnya sedikit kaget dan wah melihat Alun-alun di sini yang luas dan bersih.

Angkot Kutoarjo-Purworejo./Youtube/rulfhi

Trans Jateng Purworejo-Borobodur


Saya sedikit telat mengetahui bahwa ada Trans Jateng Purworejo-Borobodur. Saya mengetahui ketika perjalan pulang dari Wonosobo. 


Untuk naik Trans Jateng Purworejo-Borobodur, kamu harus sedikit berjalan dari Stasiun Kutoarjo menuju Terminal Kutoarjo. Trans Jateng Purworejo-Borobodur beroperasi mulai pukul 5.00-18.00 WIB dengan tarif Rp4.000, dan khusus pelajar, buruh, dan veteran, hanya Rp2.000. 


Sama seperti naik angkot kuning, Kamu nantinya turun di Simpang Plaza Purworejo untuk berpindah moda menggunakan mini bus atau sejenis elf. 


Elf atau Mini Bus Jurusan Wonosobo


Sebelum membahas mini bus jurusan Purworejo-Wonosobo, saat mau bercerita tentang kesotoyan kami di wilayah orang lain. Sesampainya di Simpang Plaza, kami memutuskan berjalan kaki ke jalan Ir. H. Juanda. Berdasarkan analisa kami membaca Google Maps, kami meyakini bahwa nantinya minibus jurusan Purworejo-Wonosobo akan melewati jalan ini. 


Namun setelah beberapa lama berjalan dan singgah di minimarket, kami tak melihat satu pun mini bus Purworejo-Wonosobo melintas. Kami pun bertanya kepada kasir minimarket dan penjual gorengan. Keduanya nampak bingung ketika kami tanya soal mini bus Purworejo-Wonosobo.

Nyaris tersesat di Jalan Ir. H. Juanda, Purworejo./Youtube/rulfhi

Kami pun mulai ragu, mungkinkah kami tersesat. Kami pun memutuskan untuk balik menuju Simpang Plaza Purworejo. Sesampainya di sekitar Simpang Plaza, kami bertanya kepada seorang bapak sedang mempersiapkan barang untuk diangkut dengan motornya. Dengan piawai dia menjelaskan moda transportasi yang kami maksud, tenyata mini bus Purworejo-Wonosobo memang tidak lewat jalan Ir. H. Juanda tapi belok ke arah jalan Purworejo-Salaman. Benar saja tak perlu waktu lama mini bus yang kami tunggu datang. Kami pun menaikinya dan suasana masih kosong. 


Perjalanan memakai minibus Purworejo-Wonosobo terasa panjang. Kami habiskan waktu kurang lebih 3-4 jam dari Simpang Plaza menuju Alun-Alun Wonosobo. Namun kami asyik menikmati perjalanan, karena melewati daerah-daerah asing yang baru kami dengar namanya seperti Kepil, Sapuran, Kertek. 


Menaiki mini bus elf, ini membawa kami menembus hutan, pasar, hutan, pasar, kesepian, keramaian. Penumpang silih berganti naik dan turun, dan kami tetap berada di mini bus. Kami serasa menemani sang sopir untuk mengais rezeki. Untuk ongkosnya sendiri Rp20.000 per orang. 

Mini Bus Purworejo-Wonosobo./Youtube/rulfhi

Alun-Alun Wonosobo ke Dieng


Sekitar pukul 12.00 WIB, kami tiba di Alun-alun Wonosobo. Matahari dengan gagahnya bersinar terang, kami pun memutuskan untuk berkeliling di sekitaran alun-alun sembari mencari makan. Setelah mutar-mutar ga jelas, kami pun menemukan warung makan. Saya pesan soto, dan teman kami pesan cumi. Lidah kami nampaknya belum beradaptasi dengan makanan di sini, meski demikian kami tetap menghabiskannya. Usai perut isi kami melanjutkan perjalanan ke Dieng memakai mini bus Alun-alun Wonosobo-Dieng. Perjalanan ke Dieng akan ditempuh kurang lebih 1-1,5 jam tergantung situasi lalu lintas. 


Ketika naik mini bus Alun-alun Wonosobo-Dieng, kami merasa seperti berada di film “Tilik”. Maklum saat itu banyak penumpang yang entah pulang ngaji atau kondangan. Suasana dipenuhi obrolan bahasa Jawa, mini bus berganti muka menjadi ruang tamu yang mempertemukan antar warga desa. Saking penuhnya, banyak yang harus berdiri dan berdesakan. Untuk ongkosnya sendiri Rp15.000 per orang. 


Singkat cerita sekitar pukul 14.00 WIB kami tiba di Dieng. Hostel tempat kami menginap berada di pinggir jalan sehingga kami dengan mudah menemukannya. Hostel tempat kami menginap bernama Tani Jiwo.


Sekian informasi backpackeran kami dari Bandung ke Dieng. Sebelum itu kami akan merangkum biaya perjalanan Bandung-Dieng menggunakan rute ini. 


  • Ongkos Kereta Api Ekonomi relasi Kircon-Kutoarjo: Rp62.000,-
  • Ongkos Angkot St. Kutoarjo-Simpang Plaza Purwerjo: Rp7.000,-
  • Ongkos Mini Bus Purworejo-Alun-alun Wonosobo: Rp20.000,-
  • Ongkos Mini Bus Alun-alun Wonosobo-Dieng: Rp15.000

Total Ongkos Bandung-Dieng: Rp104.000,- 


Sebagai catatan 

  • Perjalanan dengan rute ini akan memakan waktu lebih lama. 
  • Jika dari arah sebaliknya, Dieng Wonosobo-St. Kutoarjo disarankan berangkat pagi. Pasalnya mini bus Alun-alun Wonosobo ke Purworejo tidak sampai sore. Lewat dari jam 12 mini bus Alun-alun Wonosobo ke Purworejo  hanya akan sampai Sapuran (tidak sampai Purworejo) Alternatifnya dari Sapuran ke Purworejo harus pake ojek dengan tarif Rp60.000-Rp75.000 per orang.

Pantai Santolo, Garut, Jabar./Dok Rulfhi Alimudin

Pantai Santolo salah satu tempat wisata yang sering dijadikan destinasi liburan masyarakat Bandung Raya. Namun sayang, Pantai Santolo ini berada di Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat memiliki sejumlah kelemahan yang harus diperbaiki. 


Bagi yang belum tahu, Pantai Santolo bisa ditempuh dari Bandung melalui sejumlah jalur di antaranya via Garut Kota, dan Pangelangan. Jalur terakhir ini sering dijadikan jalur alternatif dan favorit bagi masyarakat Bandung Raya yang hendak ke Pantai Santolo. Pasalnya jarak tempuh jalur ini relatif pendek dibanding harus ke Garut Kota. Jika menggunakan jalur Pangalengan waktu tempuh sekitar 4-5 jam dengan memakai sepeda motor.


Sekitar dua minggu lalu pun saya berwisata ke Pantai Santolo. Saya menggunakan jalur Pangelangan-Cisewu-Rancabuaya-Santolo. Saya ke sana dengan tiga orang kawan memakai sepeda motor masing-masing. 


Baca Juga: 3 Objek Eksotis Jalur Kereta Api Lokal Siliwangi Relasi Sukabumi-Cipatat


Ini bukan kali pertama saya mengunjungi Pantai Santolo. Saya tak ingat sudah berapa kali, tapi yang pasti sudah lebih dari lima kali kunjungan. 


Dari banyaknya kunjungan ini tentu saya bisa mengukur apakah Pantai Santolo ini terus berkembang atau stagnan. 


Saya pikir Pantai Santolo ini berada di fase stagnan. Saya akan membeberkan apa saja yang harus diperbaki agar Pantai Santolo semakin maju dan tidak menjadi pantai wisata nomor sekian setelah pangandaran.


Tiket

Dari sepeninjaun saya mengunjungi tempat wisata di Jawa Barat, urusan tiket atau karcis menjadi masalah klasik. Terutama ketika tempat wisata dikelola swadaya masyarakat atau organisasi masyarakat tertentu. 


Harga tiket terkadang tak menentu dan bisa saja melonjak di momen-momen tertentu, terutama ketika musim liburan. 

Saya membayar karcis Rp20 ribu untuk satu orang beserta sepeda motor ketika masuk gerbang kawasan Pantai Santolo.


Saya merasa tiket seharga Rp20 ribu itu terlalu mahal untuk Pantai wisata yang minim fasilitas publik. Semisal ada area parkir yang tertata, area duduk santai menikmati birunya laut. 


Penginapan

Tak ada yang berubah dari segi penginapan sejak terakhir saya ke sini. Penginapan masih dimiliki masyarakat lokal. Tentu ini kabar baik karena karena bisa mensejahterakan warga lokal.


Namun cara masyarakat lokal menawarkan penginapan perlu diperbaiki. Pemasaran penginapan dilakukan secara door to door ke para pelancong. Bahkan ketika sampai di gerbang, saya sudah ditawari oleh pria yang mengaku memiliki penginapan.


Saya sebenarnya cukup risih dengan penawaran yang todong seperti ini. Saya berharap penginapan di Pantai Santolo tersedia pilihan secara daring sehingga saya bisa leluasa memilih fasilitas yang diinginkan.


Pasalnya saya kerap menemukan fasilitas penginapan yang hanya menjadi aksesoris seperti tv tidak menyala, ac tidak ada remotenya. Selain itu booking secara daring meminimalisir pelancong kehabisan penginapan.  


ATM 

Sangat disayang rasanya sebuah tempat wisata tidak memiliki gallery atm bank-bank negeri dan swasta di Indonesia. Padahal menurut saya kehadiran ATM disebuah tempat wisata tergolong penting. 


Pasalnya pasti ada satu momen pelancong harus menarik uang tunai untuk keperluan membeli buah tangan. Jika tidak memungkinkan untuk menghadirkan ATM, maka opsi pembayaran virtual superti Qris, OVO, Gopay patut dipertimbangkan. 


Baca Juga: Taman Bunga Indah Sindangsari, Spot Wisata Anyar di Paseh 


Dari ketiga hal tersebut saya pun berpikir bahwa ternyata pengelolaan wisata yang dilakukan secara swakelola oleh masyarakat cenderung lambat. Baik dari segi fasilitas, pelayanan hingga lainnya. 


Saya pikir seharusnya pemerintah mulai rajin menggelar edukasi pengelolaan wisata terutama di daerah-daerah seperti di Pantai Santolo ini. Semoga saja kunjungan berikutnya telah ada yang diperbaiki dari Pantai Santolo dan bisa bersaing dengan Pantai Pangandaran.




Scaling gigi./Foto ilustrasi dari Pexels

“Sedikit ngilu dan bakal berdarah,” kata dokter sambil menatapku yang tengah duduk di kursi. 


Saya menatap balik dokter tersebut sambil tersenyum. Senyum yang tertutup oleh masker. Saya pun beranjak dari kursi untuk berpindah ke sebuah kursi eksekusi yang telah dilengkapi peralatan medis.

***

Sabtu, 7 Agustus 2021. Saya masih berkutat dengan laptop di kamar pada pukul 10.10 WIB. Rasanya saya tak sabar menantikan sore hari tiba. Pasalnya saya memiliki janji dengan dokter di klinik gigi di bilangan Bandung Utara. 


Saya sangat antusias untuk segera bertemu dokter gigi. Jujurly, mungkin sekitar 20 tahun lalu atau lebih, saya tak pergi ke dokter gigi. Pasalnya saya tak pernah punya alasan atau lebih tepatnya kurang teredukasi untuk memeriksakan kondisi gigi ke dokter gigi secara berskala. 


Namun kali ini sebuah video Youtube yang menampilkan proses scaling gigi atau pembersihan karang gigi memunculkan hasrat saya untuk pergi ke klinik gigi. Saya melihat ke kaca, ternyata pada gigiku terdapat karang gigi. Sebelum memutuskan ke dokter gigi, sebenarnya saya mencoba menghilangkan karang gigi secara mandiri. 


Baca Juga: Pengalaman Berjalan Kaki Hingga Puluhan Kilometer


Mulai dari menyikat gigi dengan keras, berkumur dengan obat kumur hingga mencongkel karang gigi dengan kuku di tangan. Namun upaya tersebut tak sepenuhnya berhasil. Hanya sebagian kecil karang gigi yang terlepas. Itu pun hanya pada karang gigi yang tipis-tipis. 


Lantas saya pun mulai memikirkan ulang, menimbang sedemikian rupa untuk menuntaskan karang gigi dengan cara scaling di klinik gigi. Scaling gigi merupakan tindakan medis untuk membersihkan karang gigi dengan alat scaling manual maupun ultrasonic scaler. 


Ultrasonic scaler memecah karang gigi melalui gaya getar. Getaran ini akan membantu karang gigi terlepas dari permukaan gigi maupun gusi. 


Ada dua hal yang membuat saya menunda-nunda scaling gigi. Pertama soal harga, jujur dalam benak saya masih terpatri bawah pergi ke dokter gigi itu mahal. Namun citra itu perlahan luntur seiring dengan membaiknya finansial saya. Saat ini saya mampu mengalokasi dana berdasarkan posnya atau bisa dibilang saya mulai memanage uang. Sehingga kebutuhan apapun tidak lagi terasa mahal karena sudah budget yang disisihkan setiap bulannya. 


Baca Juga: Pengalaman Relawan Uji Klinis Tahap III Vaksin Anhui Untuk Lawan Covid-19


Kedua saya malu untuk ke dokter gigi. Saya malu bila karang gigi pada gigi dan gusi saya sulit dibersihkan. Mengingatkan saya tak pernah scaling gigi sebelumnya. Bayangkan hampir 20 tahun loh. Akan tetapi hal ini mulai teratasi setelah melihat video pembersihan karang gigi yang sangat parah dan ternyata bisa dibersihkan sebersih-bersihnya. 


Setelah berdamai dengan dua hal tersebut. Tak ada lagi alasan atau alasan yang dibuat-buat yang bisa mengahalangi saya untuk pergi ke dokter gigi melakukan scaling gigi. Saya pun mencoba mencari tahu harga scaling gigi di internet via google. Ternyata google memberi tahu saya bahwa harga scaling berada di rentang 300-700 ribu. 


Lantas saya pun mencari klinik gigi lewat Instagram. Saya menemukan sejumlah klinik dan langsung menghubungi mereka untuk menanyakan harga scaling gigi. Mereka menjawab kurang lebih sama pengan apa yang dikatakan google. Namun saya melihat sebuah akun Instagram bernama Gigiku Dental Care. 


Gigiku Dental Care memiliki promo scaling gigi khusus bulan Agustus 2021. Harga satu scaling dipatok harga 299 ribu untuk rahang atas + rawang bawah. Lalu, kalau dua orang menjadi lebih murah lagi yakni 599 ribu. 


Tentu harga ini menarik perharian lantaran pas dengan budget yang saya miliki. Saya pun me-WhatsApp nomor Gigiku Dental Care untuk memastikan promo tersebut valid. Saya pun membuat janji atau reservasi scaling gigi di Gigiku Dental Klinik pada Sabtu sore, 7 Agustus 2021. 


Sensasi Scaling Gigi 

Sensasi scaling gigi./Foto ilustrasi dari pexels

Pukul 16.30 WIB, saya tiba di Gigi Dental Klinik di Ruko Sentrasari Mall, Komplek, Jalan Terusan Sutami No. 41. Lokasi klinik ini berada di lantai 2. Saya harus melewati sebuah kedai coffee untuk mengakses tangga menuju lantai 2. 


Sesampainya di sana, saya tak menunggu lama. Hanya mengkonfirmasi kehadiran dan mengganti sepatu dengan sendal yang disedikan. Saya pun menuju ruang dokter gigi. 


Dokter itu pun bertanya kepada saya, apakah ini kali pertama scaling gigit. Tanpa ragu saya menjawab yah. Pria yang memakai seragam medis itu pun memberikan peringatan 


“Sedikit ngilu dan bakal berdarah,” kata dokter itu.


“Tak masalah, dok,” jawabku. 


Saya pun segera duduk di sebuah kursi khusus penanganan gigi. Perawat segera menyalakan lampu yang tepat berada diatas kepala saya. Sebelum scaling gigi, saya diminta berkumur dengan antiseptik. 


Baca Juga: Lahang, Minuman Manis Syarat Manfaat


Kursi yang saya duduki pun diubahnya menjadi mode rebahan. Lalu, dokter yang telah berada di samping kursi meminta saya membuka mulut. Kemudian, Ultrasonic scaler masuk ke mulut saya. Dokter pun segera melaksanakan tugasnya melakukan scaling gigi. Dokter itu dibantu satu perawat yang sigap membantu. 


Scaling gigi dimulai dari rahang atas, gigi saya terasa ngilu dan sedikit sakit. Satu persatu kerang gigi terlepas. Entah respon menahan ngilu atau sakit, kadang mulut saya refleks mencoba menutup. Dokter pun sampai meminta saya membuka mulut lebih lebar lagi. 


Setelah scaling rahang atas selesai, saya diminta berkumur tengan air yang telah disedikan. Ketika memuntahkan hasil berkumur, saya melihat darah dan kumpulan sisa karang gigi yang terlepas. 


Saya kembali rebahan  Dokter pun melanjutkan scaling gigi pada bagian rahang atas. Selang itu saya kembali diminta berkumur. Dan tak berbeda seperti tadi ada darah dan sisa-sisa karang gigi yang terkikis. 


Baca Juga: Leuhang, Sauna Tradisional Sunda


Hampir 25 menit scaling gigi pun selesai. Terakhir, dokter pun memoles gigi saya dengan semodel sikat gigi otomatis yang telah diberikan pasta. Rasanya geli-geli gimana. 


Setelah itu, dokter memberitahu kondisi terkini gigi saya. Secara umum baik, kata dia cuma ada sisa satu akar gigi bungsu yang harus dicabut. Ia menyarankan untuk mencabut akar gigi bungsu tersebut. Dia khawatir jika didiamkan akan terjadi infeksi. Selain itu dokter juga memberitahu bahwa ada sedikit lubang di bagian gigi graham, tapi ini tidak terlalu urgent. 


Manfaat Scaling Gigi 


Sebagaimana yang telah saya sebutkan bahwa scaling gigi memiliki menfaat membersihkan karang gigi atau maupun penumpakan plak. 


Lalu dari sejumlah artikel yang saya baca, scaling juga menghilangkan bau mulut, mencegah infeksi gusi, mengurangi risiko gigi copot, serta, warna gigi menjadi lebih cerah. 


Manfaat lain yang tak kalah penting adalah meningkatkan kepercayaan diri. Pasalnya sekarang saya bisa tersenyum lebar-lebar sembari memperlihatkan gigi yang telah bebas dari karang gigi. 


Hal Perlu Dihindari Pasca Scaling Gigi 


Pasca beres scaling, saya merasakan perbedaan mencolok di gigi saya. Pertama tentu menjadi lebih bersih dan ringan daripada sebelumnya. Namun satu hingga tiga hari setelah scaling, saya merasa gigi semakin sensitif. Hal ini saya rasakan ketika minum minuman dingin maupun panas. Ada rasa ngilu yang dirasakan. 


Saya pikir ini wajar karena permukaan gigi yang sebelumnya tertutup karang gini menjadi terbuka. Maka tak heran jika menjadi lebih sensitif. Oleh karena itu saya sarankan Anda yang beres scaling gigi hindari minuman dingin maupun panas. Namun setelah empat harian, tidak bakal terasa lagi ngilu seperti awal-awal scaling gigi.  


Kapan Waktu Terbaik Melakukan Scaling Gigi


Tentu menjadi pertanyaan banyak orang, kapan waktu terbaik untuk melakukan scaling gigi?


Salah satu jawabannya adalah minimal 6 bulan sekali untuk melakukan scaling gigi. Namun untuk mereka yang pasang kawat gigi disarankan melalukan scaling serial 1-2 bulan sekali. 


Perlu diketahui juga bahwa sebenarnya semua orang, young, old atau pun remaja perlu melakukan scaling gigi. Mereka yang masih makan dan minum dipastikan bakal memiliki karang gigi. Sekalipun Anda rajin menyikat gigi, karena sikat gigi saja tak cukup untuk membersihkan secara maksimal sela-sela yang rawan menjadi habitat karang gigi. 


Setelah scaling gigi pada Sabtu, 7 Agustus 2021, saya pun berencana melakukan beberapa treatment lagi di klinik gigi. Mulai dari cabut akar gigi bungsu, tambal dan mungkin bleaching gigi.


Lambaian tangan dari anak-anak kecil di pematang sawah dan kebun menghiasi perjalanan KA Siliwangi relasi Stasiun Cipatat-Sukabumi. Mata mereka binar kala melihat kereta api melintas di depannya. 


Bahkan di sejumlah titik lainnya terlihat anak-anak yang cukup besar mengabadikan lewatnya kereta dengan smartphonenya. 


Selain itu, sepanjang perjalanan KA Siliwangi relasi Stasiun Cipatat-Sukabumi, saya disuguhkan pemandangan alam berupa sawah serta lipatan-lipatan perbukitan. Sekilas saya membayangkan jika lewat ke sini lagi ketika jelang masa panen tiba, mungkin akan lebih indah. 


Itulah sedikit pemandangan yang ditemui saya kala naik KA SIliwangi relasi Stasiun Cipatat-Sukabumi. Saya naik kereta itu beserta kawan-kawan Komunitas Aleut pada Minggu, 23 Mei 2021. 


Perjalanan ini menjadi kakaretaan perdana setelah pandemi Covid-19. Tentu situasi saat ini masih dalam bayang-bayang pandemi Covid-19, sehingga masih harus disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti mencuci tangan, memakai masker. 


Stasiun Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat./Dok. Rulfhi Alimudin


Hal itu juga yang saya saksikan di Stasiun Cipatat. Kendati calon penumpang terlihat membludak hingga membuat antrean masuk ke station, petugas terus mengingatkan protokol kesehatan. 


Stasiun Cipatat ini termasuk stasiun kelas III atau kecil di Cipatat, Bandung Barat. Stasiun ini termasuk Daerah Operasi II Bandung yang letaknya tidak jauh dari jalan raya Cianjur-Padalarang. 


Salah satu bangunan yang menarik perhatian di Stasiun CIpatat adalah menara air di ujung stasiun ini. Bangunan ini dulunya digunakan untuk mengisi air kereta yang masih menggunakan tenaga uap. Kini bangunan ini menjadi sebagai tanda perjalalan kereta di tanah air. PT Kereta Api Indonesia sendiri memasukan sejumlah banguan atau menara air di stasiun sebagai bangunan cagar budaya.


Eks bangunan menara air di Stasiun Cipatat (kanan)./Dok. Rulfhi Alimudin


Stasiun Cipatat kembali ramai sejak diperpanjangnya jalur KA Siliwangi sampai stasiun ini pada September 2020 lalu. 


Ongkos naik KA SIliwangi dari Cipatat ke Sukabumi hanya Rp5.000. Lalu, Sukabumi-Cianjur sebesar Rp2.000. Sedangkan dari Cianjur-Cipatat cuma Rp3.000. Murah sekali kan.  Tiket Kereta KA SIliwingi bisa dipesan daring lewat aplikasi KAI Access. Beruntung saat itu saya pesan via daring, pasalnya tiket offline di hari keberangkatan sudah habis.


Kembali ke soal Stasiun Cipatat. Stasiun ini telah mendapatkan renovasi dan lebih modern. Hal ini terlihat dari hadirnya kanopi di sepanjang peron. 


Baca Juga: Jelajahi Villa Isola Dalam Satu Babak


Saya naik KA Siliwangi di Statiun Cipatat pada pukul 8.45 WIB. Kendati bertajuk KA Lokal, para penumpang diwajibkan duduk berdasarkan nomor kursi yang tertera di tiket. Beruntung saya kebagian gerbong nomor 6 atau paling belakang sehingga dapat mengambil foto dan video rel yang telah dilalui.


Jika hendak memakai kereta ini pastikan kamu membawa makanan. Pasalnya perjalanan memakan waktu 2,5 jam untuk sampai ke Sukabumi. Jika lapar dalam perjalanan tidak bisa diganjal karena kereta ini tidak dilengkapi dengan kereta makan. 


Selama dalam perjalanan ada tiga objek yang sangat ditunggu. Tiga objek yang menyulut perhatian saya itu, yakni jembatan Leuwi Jurig, ruas rel di petak antara Cibeber-Lampegan, dan terakhi Terowongan Lampegan. 


Jembatan Leuwi Jurig

Jembatan Leuwi Jurig./Dok. Rulfhi Alimudin

Jembatan Leuwi Jurig. Leuwi jurig diambil dari bahasa Sunda. Leuwi artinya bagian terdalam, sedangkan jurig artinya hantu. Nama yang terdengar menyeramkan kan? Namun saya belum menemukan alasan atau literatur yang menjelaskan kenapa dinamakan Leuwi Jurig.


Bisa dikatakan, jembatan Leuwi Jurig jadi salah satu pemandangan terbaik di jalur KA SIliwangi. Pemandangan ini berada di petak antara Stasiun Rajamandala dan Cipeuyem. Jembatan ini membentang di atas sungai Ci Tarum Citarum. 


Di tempat ini pun terdapat fenomena alam yang dahsyat. Di sisi kanan sebelah utara jembatan, terdapat muara sungai Ci Meta. Sungai ini adalah sungai Ci Tarum purba di masa lampau. Aliran sungai ini tempat tersumbat oleh material ledakan Gunung Purba sehingga menciptakan Danau Bandung Purba. 


Petak Stasiun Cibeber-Lampegan

Ruas rel Cibeber-Lampegan./Dok. Rulfhi Alimudin

Ruas rel di petak antara Cibeber-Lampegan terasa menarik bagi saya. Dari informasi yang dihimpun, kereta yang melewati ruas ini harus melaju maksimal 10 km/jam. Pasalnya kondisi tanah di jalur ini tergolong labil. Hal itu dibuktikan dengan ditanamnya cerucuk besi di tepian di jalur, ini. 


Di ruas ini pun terdapat jembatan dengan panjang relatif pendek yang rawan bergeser. Oleh karena itu di sekitar jalur ini pun dibangun pos jaga untuk memantau. 


Terowongan Lampegan

Terowongan Lampegan./Komnitas Aleut/pahepipa

Terowongan Lampegan yang berada di Pasir Gunung Keneng, Cianjur, Jawa Barat. Terowongan ini dibangun tahun 1879-1882. Terowongan sepanjang 686 meter ini merupakan terowongan kereta api pertama di Jawa Barat yang menghubungkan Batavia (Jakarta)-Bandung via Bogor atau Sukabumi.


Pembangunan terowongan Lampegan pun banyak diwarnai kisah-kisah mistik. Salah satunya adalah legenda mistik “Nyi Sadea”. Namun saat ini saya tak akan bercerita soal itu. Mungkin nanti, tapi entah kapan.


Menurut cerita nama Lampegan berasal dari kata yang sering disebutkan oleh orang Belanda ketika memeriksa hasil pekerjaan pegawainya.


Baca Juga: Pengalaman Berjalan Kaki Hingga Puluhan Kilometer


Setiap melihat pegawai yang sedang bekerja di dalam terowongan, dia sering berteriak mengingatkan kepada pegawainya untuk tetap membawa lampu agar lebih aman dari bahaya kurangnya zat asam. “Lamp pegang...., lamp pegang”, dia mengingatkan dalam campuran bahasa Belanda dan Indonesia. Maksudnya adalah agar pegawai membawa lampu.


Namun ada kemungkinan lain soal asal usul nama Lampegan. Pegiat Komunitas Aleut Hevi Fauzan menyebutkan bahwa ia pernah menemukan literatur bahwa nama Lampegan itu merujuk kepada nama tumbuhan. 


Selain itu, nama Lampegan sendiri dapat ditemui di daerah lain seperti di daerah Kecamatan Ibun dekat Majalaya. Di sana tidak ada terowongan kereta tapi daerahnya disebut Lampegan. 







Rute Kereta Api Siliwangi: 


Stasiun Cipatat-Rajamandala-Cipeuyeum-Ciranjang-Selajambe-Maleber-Cianjur-Cibeber-Lampegan-Terowongan Lampegan-Cireungas-Gandasoli-Sukabumi



Stasiun Sukabumi./Dok. Rulfhi Alimudin

Stasiun Sukabumi./Dok. Rulfhi Alimudin

Barudak Komunitas Aleut./Dok. Dary

Stasiun Cianjur./Dok. Rulfhi Alimudin




Kisah ini berawal dari WhatsApp Grup (WAG). Seorang teman yang berprofesi dokter mengirimkan sebuah poster berisi ajakan menjadi relawan uji klinis tahap III vaksin Anhui. Dia menjelaskan, vaksin Anhui merupakan salah satu vaksin yang dikembangkan untuk melawan Covid-19. Dia menambahkan, uji vaksin tahap III sangat aman diikuti. 

Saya tertarik menjadi relawan uji klinis tahap III vaksin Anhui. Banyak faktor yang mendorong ketertarikan saya, salah satunya ialah ingin merasa berguna bagi banyak orang di tengah pandemi. Saya berpikir bahwa jika nanti uji klinis tahap III vaksin Anhui sukses, maka saya boleh sedikit berbangga dan mengklaim bahwa saya telah berkontribusi di vaksin tersebut. 

Yah mungkin terkesan pamrih atau sombong, tapi jujur saja pandemi sedikit banyak mengikis mental saya. Paparan berita kematian hingga anjlok ekonomi semua orang, membuat kalut pikiran. Hanya berdiam diri di rumah tanpa tahu pandemi ini kapan berakhir membuat saya overthingking. Memikirkan kemungkinan terburuk dan terburuk. Namun dengan mendengar berita soal vaksin, seolah ada harapan yang muncul ke permukaan. Menjadi kanal agar kehidupan kembali sebagaiamana dulu.

Baca Juga: Leuhang, Sauna Sunda Tradisional Sunda

Singkat cerita, saya pun mendaftarkan diri di link relawan uji vaksin Anhui. Selang beberapa hari setelah daftar, muncul chat dari logo Heman Geten Kapapancen. Memberikan kabar jadwal screening dan penyuntikan vaksin Anhui. Membacanya dengan seksama lalu menkonfirmasi kehadiran. 

Malam sebelum hari penyuntikan, saya sangat antusias layaknya bocah yang akan menjalani karya wisata pertamanya. Yah, wajar ini adalah momen bersejarah bagi saya, dan mungkin tidak akan terulang. Saya pun menyiapkan kamera uituk mendokumentasikan kegiatan tersebut. 

Hari yang dinanti pun tiba, saya bangun pagi, mandi gosok gigi lalu pergi menuju lokasi penyuntikan vaksin Anhui. Setibanya di sana saya melalui prosedur, mulai dari pendataan, penjelasan penelitian uji klinis vaksin, hingga nanti proses penyuntikan. Semua prosedur harus dilalui, jika memenuhi syarat sebagai penerima vaksin, maka akan dilakukan penyuntikan. 

Vaksin Anhui./Dok Pribadi

Adapun prosedur yang harus dilalui diantaranya swab tes pcr, ambil sampel darah, cek fisik. Penyuntikan vaksin dilakukan 3 kali dengan rentan waktu per 30 hari. Perlu waktu dari pagi hingga sore untuk menyelesaikan semua tahapan jadi relawan uji vaksin Anhui. Salah satu syarat mendapatkan vaksin ini adalah belum pernah terpapar Covid-19.

Pasca vaksinasi saya dipantau oleh dokter dan memiliki kewajiban untuk mencatatkan keluhan atau riwayat kesehatan di berkas yang ditelah diberikan. Saya harus mengecek suhu selama 7 hari pertama pasca vaksin, menuliskan apabila mengonsumsi obat dan hal lainnya. 

Baca Juga: Jelajahi Villa Isola Dalam Satu Babak

Dan hingga artikel ini dituliskan atau 20 hari pasca vaksin dosis pertama, kondisi saya baik-baik saja. Adapun efek yang muncul pasca vaksin hanya sedikit pegal dan ngantuk. Saya akan mendapatkan vaksin dosis kedua sekitar 9 atau 10 April 2021. 

Jika penasaran dan saya harap kamu penasaran dengan video yang mendokumentasikan proses vaksinasi silahkan tonton di sini!



Bandung memiliki ribuan bangunan peninggalan kolonial Belanda. Persebarannya mulai dari jalan Asia Afrika hingga ke Bandung Utara. Kehadiran bangunan-bangunan itu menjadi daya tarik bagi mereka yang berminat pada sejarah dan arsitektur. Nah dalam artikel kali ini, penulis akan bercerita mengenai salah satu bangunan yang dimaksud, yakni Villa Isola atau yang sekarang telah berganti nama menjadi Bumi Siliwangi.

Sebelum pandemi covid-19, saya berkesempatan untuk menyapa bangunan ikonik di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Saat itu saya diajak oleh Bang Ridwan salah satu dosen luar biasa dan pengelola Komunitas Aleut. Tentu kesempatan itu tak saya lewatkan, mengingat ini tak akan datang dua kali.

Villa Isola merupakan sebuah vila yang awalnya dimiliki oleh Dominique Willem Baretty. Pria keturunan Jawa-Belanda yang dikenal sebagai sosok kaya raya. Kekayaan tersebut berasal dari bisnis media yang ia geluti.

Baca Juga: Resensi Braga Jantung Parijs van Java 

Bangunan bergaya art deco ini kabarnya menelan biaya 500.000 gulden. Coba cari tahu kalau dikonversi ke rupiah jadi berapa? Nah bangunan ini diarsiteki oleh Charles Prosper Wolff Schoemaker. Salah satu arsitek ternama saat itu di Hindia Belanda. Karyanya di Bandung sangat banyak. Jika kamu lagi jalan-jalan ke Bandung, tepatnya di Jalan Asia Afrika dan melihat bangunan tua, coba tengok plakat yang menempel ditemboknya. Pasti kamu menemukan arsitek bernama C.P. W Schoemaker.

Ada yang saya sayangkan ketika masuk ke dalam Villa Isola. Dari bacaan dan gambar-gambar yang saya lihat di internet, seharusnya di bagian depan pintu masuk terdapat tulisan M Isolo E Vivo yang artinya menyendri untuk bertahan hidup. Kini telah diganti dengan tulisan Bumi Siliwangi.

Saya pun berkeliling naik turun tangga melingkar dengan karpet merah. Saya pun menemukan tangga yang terlihat sangat vintage dan menemukan lampu yang mirip di kabin-kabin kapal laut.

Hal yang paling saya takjub adalah ketika menaiki tangga melingkar dari besi menuju satu ruangan yang kini digunakan sebagai ruang rapat. Saya juga berkesempatan untuk naik ke kedua menara Villa Isola. Di dua menara itu, saya menemukan alat seperti alarm yang pernah saya temui juga di menara Gedung Sate. Namun saya belum mencari tahu, apakah itu benar-benar alarm atau hanya ornamen.

Dari menara, saya melihat ke bawah. Saya seperti tengah berada di atas kapal laut. Terlihat air dan ombak yang terbelah olah laju kapal. Selain itu jika pandanganmu diarahkan ke Utara, bakal tertuju ke Gunung Tangkuban Perahu.

Kalau untuk dalam ruangan Villa Isola, sudah disesuaikan untuk kebutuhan terkini sebagai Rektorat. Sehingga sudah ada sekat di tiap meja ke meja. Mungkin hampir satu jam saya berada di dalam Villa Isola. Melihat dan mengagumi salah satu bangunan cagar budaya ini.

Hampir lupa, saya juga takjub dengan landskap halaman depan dan belakang Villa Isola. Karena dipenuhi bunga dan kolam. Saya pun membayangkan jika kelak sukses bisa membangun sebuah villa seperti ini. So berharap dulu sambil berusaha.

Setelah kunjungan ini saya pun makin penasaran untuk melihat daleman bangunan kolonial di Bandung yang masih tersisa. Semoga saja ada kesempatan. 



Taman Bunga Sindangsari Paseh Bandung

Siang itu, ibu secara dadakan mengajak saya pergi ke Taman Bunga Indah Sindangsari. Katanya taman bunga ini baru saja dibuka. Masih kata ibu, letaknya tidak jauh dari lapang katel. Sebuah lapang bola yang cukup fenomenal bagi anak-anak SSB (Sekolah Sepak Bola) di sekitar Majalaya. Berhubung saat itu memang tidak ada kegiatan, saya pun mengiyakannya.

Berangkatlah saya ke sana dengan dua motor, saya, ibu, ayah dan adik. Dari Majalaya melaju ke arah jalan raya Talun, belok ke Jalan Panggilingan, kontur jalan mulai menanjak, melewati Kampung Pasir Angin, terus mengikuti jalan ini sampai menemukan perempatan Sudi. Dari sana barulah belok kiri menuju jalan tanah dan batu. Namun tenang jalan tanahnya pendek sekitar 500 meter saja, setelah itu bakal segera menemui jalan beton.

Jika sudah menemui jalan tersebut, bakal terlihat pagar bambu menjulang dan sebuah monumen bambu. Itu adalah Taman Bunga Indah Sindangsari yang ibu maksud. Taman yang menjadi satu destinasi wisata yang berada di jalan Pakacangan Desa Sindangsari Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung.

Kami pun segera masuk dan memarkirkan kendaraan. Saat itu masih belum banyak pengunjung. Karena memang kami datang ketika matahari lagi panas-panasnya. Untuk masuk ke taman bunga dikenakan karcis, sepuluh ribu untuk dewasa dan lima ribu untuk anak-anak.       

Tiket Taman Bunga Sindangsari Paseh

Memasuki area taman, saya disuguhi sejumlah hiasan bambu warna-warni. Terlihat juga spot-spot foto instagrameble. Area taman ini berada di lembah sehingga memiliki kontur turun naik. Kami pun berkeliling sambil melihat-lihat. Situasinya taman ini tergolong kering jika dikategorikan dalam wisata taman bunga. Lantaran varian-varian bunga ada belum beragam dan ada beberapa yang terlihat kekeringan. Kemudian belum ada pohon besar sebagai peneduh.

Baca juga: Berbagi Kecerian Bersama Open Trip

Kami pun memutuskan untuk bertunduh di sebuah gubuk yang tersedia. Saat itu ada 6-7 gubuk yang tersedia beserta tiga warung. Jadi jangan takut kelaparan yang penting sediakan uang aja, apalagi kalau bawa anak-anak. Jajanan pun tergolong murah meriah di warung yang saya singgahi paling mahal jatuh ke makanan bernama mie paket lengkap dengan harga sepuluh ribu. Worth it banget deh.

Spot Taman Bunga Sindangsari Paseh

Menurut penjaga karcis, Taman Bunga Indah Sindangsari ini memang baru saja buka. Sehingga beberapa fasilitas masih dibangun dan terus ditambah. Hal itu memang benar adanya, ketika saya di sana ada seorang tukang yang tengah membuat satu bangunan dari bambu. Selain itu ia bercerita bahwa di sini agak susah air jika masuk musim kemarau. Karena air harus gantian dengan yang lain. Sehingga tak heran bila saat itu ada beberapa tanaman yang mengering.

Melihat fasilitas yang tersedia saat ini, saya beranggapan bahwa dengan harga karcis sepuluh ribu dirasa cukup mahal. Karena dalam bayangan saya tempat wisata kaya gini menjual kesan dan pesan. Kesan yang bikin ingin balik lagi, lagi dan lagi serta pesan untuk menyampaikan bahwa tempat tersebut harus dikunjungi para pelancong.  

Artikel Populer: Museum Gedung Sate, Museum yang Kekinian 

Saya juga menyarankan untuk menambah spot jual beli tanaman hias atau bunga. Selain menambah asri tentu bisa jadi pemasukan dan menggerakan ekonomi setempat terutama mereka yang bergelut di bidang tanaman hias.  

Saya pun berharap di kunjungan berikutnya, yang entah kapan. Taman Bunga Indah Sindangsari dapat memenuhi ekpestasi saya mengenai wisata taman bunga. Sejauh mata memandang hanya ada hijau hijau dan hijau yang diselipkan warna—warni bunga. Setelah ini kabarnya ibu mau mengajak kami mengunjungi taman bunga berikutnya yang ada di daerah Cijapati, kabarnya di sana ada kincir-kincir raksasa.



Older Posts Home

Postingan Populer

  • Jelajahi Villa Isola Dalam Satu Babak
  • Leuhang, Sauna Tradisional Sunda
  • Nunggu Teka, Menimbang Kembali Makna Kebersamaan
  • Cara Pasang Grip Karet Raket Lining Asli
  • Cara Cek Raket Lining Asli atau Palsu?

Author


Hello, There!

Aloha, urang Rulfhi Alimudin biasa dipanggil Upi. Urang suka nulis tapi belum tahu suka kamu atau engga


Ikuti

Blog Archive

Artikel Pilihan

Ulasan: ‘Logan Lucky’: Steven Soderbergh dan Kelompok Pencuri

Copyright © 2016 Rupaca. Created by OddThemes