Larut Dalam Sebuah Film Drama
Memang
bukan salah Juned. Salahkan saja mereka yang menonton film di bioskop hanya
untuk bermesraan. Dalam menggarap film bergenre drama diperlukan sutradara
handal. Seorang sutradara yang mampu meracik sebuah cerita yang dikolaborasikan
dengan kepiawaian yang ia miliki guna menghasilkan sebuah mahakarya. Ia harus
bisa membuat sebuah alur cerita dari detik pertama ke detik berikutnya semakin
dalam, semakin dalam, semakin dalam, hingga penonton larut ke dalam film
tersebut.
Hingga
saat ini yang berhasil membuat saya meneteskan air mata hanya film Titanic.
Selebihnya mata saya hanya berkaca-kaca padahal mata saya tak sedikitpun
terbuat dari kaca.
Jika
melihat dari setiap unsur pembentuknya, film termasuk kedalam sebuah karya
seni. Sebuah karya seni yang paling rumit menggabungkan visual, verbal dan
penceritaan yang begitu kompleks. Dan bisa dikatakan film adalah karya seni
yang paling mendekati realitas. Karena film merupakan representasi dari dunia
nyata.
Ngobrolin
tentang film tak lengkap jika tidak sambil ngopi. Maka dari itu ambil dulu sana
kopimu biar ga ngantuk kaya Juned. Seperti biasa, setiap selasa di Kedai
Prenger memutarkan film-film anti mainstream.
Setelah seminggu sebelumnya memutarkan film No
One Knows About Persian Cats karya Bahman Ghobadi, kini karya ia kembali di
putar dengan judul Turtle Can fly.
Turtle Can Fly
sendiri sebuah film yang menceritakan kehidupan kaum kurdi terutama anak-anak yang
kehilangan orang tua mereka akibat perang yang terjadi antar pihak Saddam Hussein
dengan tentara Amerika. Berlatar lokasi pengungsian yang terletak di perbatasan
Irak-Iran. Dimana lokasi tersebut dikelilingi ranjau darat milik Amerika.
Sebuah
perjuangan hidup dilakoni anak-anak yang harus menanggung beban layaknya orang
dewasa. Di usianya yang masih belia mereka dipaksa untuk bertanggung jawab atas
hidupnya sendiri. Mereka bertahan hidup dengan mengumpulkan ranjau darat dan
menjualnya. Tak jarang mereka harus kehilangan anggota tubuhnya ketika bertugas
mencari ranjau.
Tak
hanya itu saja yang menjadi sorotan di film ini. Film ini menyoroti bagaimana
kehidupan seorang anak perempuan yang harus menanggung beban moril dan
membesarkan anak. Seorang anak yang bukan adiknya tapi seorang anak yang lahir
dari rahim ia sendiri. Setelah si gadis
kehilangan orang tuanya ia diperkosa hingga melahirkan seorang anak yang kini ia
besarkan.
Dalam
film ini kita bisa melihat sisi lain kehidupan yang terjadi akibat suatu
perang. Dimana dentumanan peluru, dahsyatnya ledakan bom tak pernah terlihat lebih
hebat dari perjuangan hidup anak-anak korban perang.
Perang
hanya menyisakan duka bagi rakyat kecil dan memberikan kesenangan bagi orang
besar. Meminjam kata-kata dari George Orwell : Semua propaganda perang, semua teriakan dan kebohongan
dan kebencian, datang selalu dari orang-orang yang tidak berkelahi.
Photo
Credit to riff.is
2 Comments
Turtle Can Fly ini film lama ya. Saya menontonnya pada waktu kelas 2 SMP sampai akhirnya (pada tulisan ini) saya baru tahu bahwa yang mereka jual adalah ranjau.
ReplyDeleteTapi ada juga kok, film non drama yang bikin saya mengantuk 😁
Yap, memang ini film yng lumayan lama.
DeleteBener itu ranjau yang disebar oleh pasukan Amerika, ketika melawan pasukan dari Saddam Husein. Harga ranjau itu juga masih tinggi dipasaran karena masih aktif.
oh yah contohnya film apa kalau boleh tahu?